I. PENGERTIAN
Psikologi humanistik
atau disebut juga dengan nama psikologi kemanusiaan adalah suatu pendekatan
yang multifaset terhadap pengalaman dan tingkah laku manusia, yang memusatkan
perhatian pada keunikan dan aktualisasi diri manusia. Bagi sejumlah ahli
psikologi humanistik ia adalah alternatif, sedangkan bagi sejumlah ahli
psikologi humanistik yang lainnya merupakan pelengkap bagi penekanan
tradisional behaviorisme dan psikoanalis (Misiak dan Sexton, 2005). Psikologi
humanistik berdasarkan kepada keyakinan bahwa nilai-nilai etika merupakan daya
psikologi yang kuat dan ia merupakan penentu asas kelakuan manusia. Keyakinan
ini membawa kepada usaha meningkatkan kualitas manusia seperti pilihan,
kreativitas, interaksi fisik, mental dan jiwa, dan keperluan untuk menjadi
lebih bebas. Situs yang sama menyebutkan bahwa psikologi humanistik juga
didefinisikan sebagai sebuah sistem pemikiran yang berdasarkan kepada berbagai
nilai, sifat, dan tindak tanduk yang dipercayai terbaik bagi manusia.
Psikologi humanistik dapat dimengerti dari tiga ciri
utama, yaitu, pertamapsikologi humanistik
menawarkan satu nilai yang baru sebagai pendekatan untuk memahami sifat dan
keadaan manusia. Kedua, ia menawarkan
pengetahuan yang luas akan kaedah penyelidikan dalam bidang tingkah laku
manusia. Ketiga, ia menawarkan
metode yang lebih luas akan kaedah-kaedah yang lebih efektif dalam pelaksanaan
psikoterapi. Pokok persoalan dari
psikologi humanistik adalah pengalaman subjektif manusia, keunikannya yang
membedakan dari hewan-hewan, sedangkan area-area minat dan penelitian yang
utama dari psikologi humanistik adalah kepribadian yang normal dan sehat,
motivasi, kreativitas, kemungkinan-kemungkinan manusia untuk tumbuh dan
bagaimana bisa mencapainya, serta nilai-nilai manusia Dalam metode-metode
studinya, psikologi humanistik menggunakan berbagai metode mencakup wawancara,
sejarah hidup, sastra, dan produk-produk kreatif lainnya. (Misiak dan Sexton,
2005).
Aliran ini secara eksplisit memberikan perhatian pada
dimensi manusia dari psikologi dan
konteks manusia dalam pengembangan teori psikologis. Permasalah ini dirangkum
dalam lima postulat Psikologi Humanistik dari James Bugental (1964), sebagai
berikut:
1. Manusia tidak bisa
direduksi menjadi komponen-komponen.
2. Manusia memiliki
konteks yang unik di dalam dirinya.
3. Kesadaran manusia
menyertakan kesadaran akan diri dalam konteks orang lain.
4. Manusia mempunyai
pilihan-pilihan dan tanggung jawab.
Pendekatan humanistik ini mempunyai akar pada
pemikiran eksistensialismedengan tokoh-tokohnya
seperti Kierkegaard, Nietzsche, Heidegger, danSartre.
II. SEJARAH HUMANISTIK
Psikologi humanistik
merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an,
dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad
pertengahan. Pada akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi, seperti : Abraham
Maslow, Carl Rogers dan Clark Moustakas mendirikan sebuah asosiasi profesional
yang berupaya mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti
tentang : self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta,
kreativitas, hakikat, individualitas dan sejenisnya.
Kehadiran psikologi
humanistik muncul sebagai reaksi atas aliran psikoanalisis dan behaviorisme
serta dipandang sebagai “kekuatan ketiga “ dalam aliran psikologi.
Psikoanalisis dianggap sebagai
kekuatan pertama dalam psikologi yang awal mulanya datang dari psikoanalisis
ala Freud yang berusaha memahami tentang kedalaman psikis manusia yang
dikombinasikan dengan kesadaran pikiran guna menghasilkan kepribadian yang
sehat. Kelompok psikoanalis berkeyakinan bahwa perilaku manusia dikendalikan
dan diatur oleh kekuatan tak sadar dari dalam diri.
Kekuatan psikologi
yang kedua adalah behaviorisme yang dipelopori oleh Ivan Pavlov dengan hasil
pemikirannya tentang refleks yang terkondisikan. Kalangan Behavioristik
meyakini bahwa semua perilaku dikendalikan oleh faktor-faktor eksternal dari
lingkungan.
Dalam mengembangkan teorinya, psikologi humanistik
sangat memperhatikan tentang dimensi manusia dalam berhubungan dengan
lingkungannya secara manusiawi dengan menitik-beratkan pada kebebasan individu
untuk mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya, nilai-nilai, tanggung
jawab personal, otonomi, tujuan dan pemaknaan. Dalam hal ini, James Bugental (1964) mengemukakan
tentang 5 (lima) dalil utama dari psikologi humanistik, yaitu: (1) keberadaan
manusia tidak dapat direduksi ke dalam komponen-komponen; (2) manusia memiliki
keunikan tersendiri dalam berhubungan dengan manusia lainnya; (3) manusia
memiliki kesadaran akan dirinya dalam mengadakan hubungan dengan orang lain;
(4) manusia memiliki pilihan-pilihan dan dapat bertanggung jawab atas
pilihan-pilihanya; dan (5) manusia memiliki kesadaran dan sengaja untuk mencari
makna, nilai dan kreativitas.
Terdapat beberapa
ahli psikologi yang telah memberikan sumbangan pemikirannya terhadap
perkembangan psikologi humanistik. Sumbangan Snyggs dan Combs (1949) dari
kelompok fenomenologi yang mengkaji tentang persepsi. Dia percaya bahwa
seseorang akan berperilaku sejalan dengan apa yang dipersepsinya. Menurutnya,
bahwa realitas bukanlah sesuatu yang yang melekat dari kejadian itu sendiri,
melainkan dari persepsinya terhadap suatu kejadian. Dari pemikiran Abraham
Maslow (1950) yang memfokuskan pada kebutuhan psikologis tentang
potensi-potensi yang dimiliki manusia. Hasil pemikirannya telah membantu guna
memahami tentang motivasi dan aktualisasi diri seseorang, yang merupakan salah
satu tujuan dalam pendidikan humanistik. Morris (1954) meyakini bahwa manusia
dapat memikirkan tentang proses berfikirnya sendiri dan kemudian mempertanyakan
dan mengoreksinya. Dia menyebutkan pula bahwa setiap manusia dapat memikirkan
tentang perasaan-persaannya dan juga memiliki kesadaran akan dirinya. Dengan
kesadaran dirinya, manusia dapat berusaha menjadi lebih baik. Carl Rogers
berjasa besar dalam mengantarkan psikologi humanistik untuk dapat diaplikasian
dalam pendidikan. Dia mengembangkan satu filosofi pendidikan yang menekankan
pentingnya pembentukan pemaknaan personal selama berlangsungnya proses
pembelajaran dengan melalui upaya menciptakan iklim emosional yang kondusif
agar dapat membentuk pemaknaan personal tersebut. Dia memfokuskan pada hubungan
emosional antara guru dengan siswa
Berkenaan dengan
epistemiloginya, teori-teori humanistik dikembangkan lebih berdasarkan pada metode
penelitian kualitatif yang menitik-beratkan pada pengalaman hidup manusia
secara nyata (Aanstoos, Serlin & Greening, 2000). Kalangan humanistik
beranggapan bahwa usaha mengkaji tentang mental dan perilaku manusia secara
ilmiah melalui metode kuantitatif sebagai sesuatu yang salah kaprah. Tentunya
hal ini merupakan kritikan terhadap kalangan kognitivisme yang mengaplikasikan
metode ilmiah pendekatan kuantitatif dalam usaha mempelajari tentang psikologi.
Sebaliknya, psikologi
humanistik pun mendapat kritikan bahwa teori-teorinya tidak mungkin dapat
memfalsifikasi dan kurang memiliki kekuatan prediktif sehingga dianggap bukan
sebagai suatu ilmu (Popper, 1969, Chalmers, 1999).
Hasil pemikiran dari
psikologi humanistik banyak dimanfaatkan untuk kepentingan konseling dan
terapi, salah satunya yang sangat populer adalah dari Carl Rogers dengan
client-centered therapy, yang memfokuskan pada kapasitas klien untuk dapat
mengarahkan diri dan memahami perkembangan dirinya, serta menekankan pentingnya
sikap tulus, saling menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu
mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya
memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas konselor hanya
membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-teknik
asesmen dan pendapat para konselor bukanlah hal yang penting dalam melakukan
treatment atau pemberian bantuan kepada klien.
Selain memberikan sumbangannya terhadap konseling dan terapi, psikologi humanistik juga memberikan sumbangannya bagi pendidikan alternatif yang dikenal dengan sebutan pendidikan humanistik (humanistic education). Pendidikan humanistik berusaha mengembangkan individu secara keseluruhan melalui pembelajaran nyata. Pengembangan aspek emosional, sosial, mental, dan keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam model pendidikan humanistik ini.
Selain memberikan sumbangannya terhadap konseling dan terapi, psikologi humanistik juga memberikan sumbangannya bagi pendidikan alternatif yang dikenal dengan sebutan pendidikan humanistik (humanistic education). Pendidikan humanistik berusaha mengembangkan individu secara keseluruhan melalui pembelajaran nyata. Pengembangan aspek emosional, sosial, mental, dan keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam model pendidikan humanistik ini.
III. CIRI-CIRI DAN TUJUAN PSIKOLOGI HUMANISTIK
Sebagai suatu paradigma, psikologi humanistik mempunyai ciri-ciri tertentu. Empat ciri psikologi yang berorientasi humanistik sebagai berikut : (Misiak dan Sexton, 2005)
Memusatkan perhatian pada person yang mengalami dan karenanya berfokus pada pengalaman sebagai fenomena dalam mempelajari manusia
Menekankan pada kualitas-kualitas yang khas manusia, seperti memilih, kreativitas, menilai, dan realisasi diri, sebagai lawan dari pemikiran tentang manusia yang mekanistik dan reduksionistik
Menyandarkan diri
pada kebermaknaan dalam memilih masalah-masalah yang akan dipelajari dan
prosedur-prosedur penelitian yang akan digunakan serta menentang penekanan yang
berlebihan pada objektivitas yang mengorbankan signifikansi.
Memberikan perhatian
penuh dan meletakkan nilai yang tinggi pada kemuliaan dan martabat manusia
serta tertarik pada perkembangan potensi yang inheren pada setiap individu.
Memang individu sebagaimana dia menemukan dirinya sendiri serta dalam
hubungannya dengan individu-individu lain dan dengan kelompok-kelompok sosial.
Sedangkan Charlotte Buhler—pemimpin internasional dan juru bicara senior psikologi humanistik—menekankan ciri-ciri psikologi humanistik berikut ini sebagai hal-hal yang mendasar, yaitu: (dalam Misiak dan Sexton, 2005)
Sedangkan Charlotte Buhler—pemimpin internasional dan juru bicara senior psikologi humanistik—menekankan ciri-ciri psikologi humanistik berikut ini sebagai hal-hal yang mendasar, yaitu: (dalam Misiak dan Sexton, 2005)
Mencoba menemukan jalan masuk ke arah studi dan
pemahaman individu sebagai keseluruhan.
Berhubungan erat dengan eksistensialisme yang menjadi landasan filosofisnya dan terutama dengan pengalaman intensionalitas sebagai ”inti diri dan motivasi individu”.
Konsep tentang manusia yang paling sentral adalah kreativitas.
Berhubungan erat dengan eksistensialisme yang menjadi landasan filosofisnya dan terutama dengan pengalaman intensionalitas sebagai ”inti diri dan motivasi individu”.
Konsep tentang manusia yang paling sentral adalah kreativitas.
IV. KONSELING DAN TERAPI
Psikologi humanistik meliputi beberapa pendekatan
untuk konseling dan psikoterapi. Pada pendekatan-pendekatan awal ditemukan
teori perkembangan dari Abraham Maslow, yang menekankan pada hirarki kebutuhan
dan motivasi, psikologi eksistensial dari Rollo May yang mempelajari pilihan-pilihan
manusia dan aspek tragis dari keksistensian manusia, dan terapi person-centered atau client-centered dari Carl Rogers,
yang memusatkan seputar kemampuan klien untuk mengarahkan diri sendiri
(self-direction) dan memahami perkembangan diri sendiri.
Pendekatan-pendekatan lain dalam konseling dan terapi
psikologi humanistik adalah Gestalt therapy, humanistic psychotherapy, depth therapy, holistic health, encounter groups, sensitivity training, marital and family therapies,body work, dan the existential psychotherapy dari Medard Boss. Teori humanisitk
juga mempunyai pengaruh besar pada bentuk lain dari terapi yang populer,
seperti Harvey Jackins‘ Re-evaluation Counselling dan studi dari Carl Rogers. Seperti yang
disebutkan oleh Clay.
Psikologi humanistik cenderung untuk melihat melebihi
model medikal dari psikologi dengan tujuan membuka pandangan non-patologis dari
seseorang. Kunci dari pendekatan ini adalah pertemuan antara terapis dan klien
dan adanya kemungkinan untuk berdialog. Hal ini seringkali berimplikasi terapis
menyingkirkan aspek patologis dan lebih menekankan pada aspek sehat dari
seseorang. Tujuan dari kebanyakan terapi humanistik adalah untuk membantu klien
mendekati perasaan yang lebih kuat dan lebih sehat terhadap diri sendiri, yang
biasa disebut self-actualization. Semua ini adalah bagian dari motivasi psikolgi
humanistik untuk menjadi ilmu dari pengalaman manusia, yang memfokuskan pada
pengalaman hidup nyata dari seseorang.
V. TEORI HUMANISTIK
Psikolog humanistik
mencoba untuk melihat kehidupan manusia sebagaimana manusia melihat kehidupan
mereka. Mereka cenderung untuk berpegang pada prespektif optimistik tentang
sifat alamiah manusia. Mereka berfokus pada kemampuan manusia untuk berfikir
secara sadar dan rasional untuk dalam mengendalikan hasrat biologisnya, serta
dalam meraih potensi maksimal mereka. Dalam pandangan humanistik, manusia
bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan
kemampuan untuk mengubah sikap dan perilaku mereka.
VI. TOKOH-TOKOH HUMANISTIK
Sebagaimana behaviorisme dan psikoanalisis, psikologi
humanistik pun mempunyai tokoh-tokoh yang terkenal, yang pemikiran-pemikiran
dan teori-teorinya memberikan kontribusi yang cukup besar demi perkembangan
psikologi humanistik. Dari tokoh-tokoh tersebut, ada dua orang tokoh yang
berperan besar dalam pembentukkan serta perkembangan psikologi. Kedua tokoh
tersebut adalah Abraham Maslow dan Carl Rogers. Oleh karena peran
mereka yang signifikan itu maka penulis pada tulisan berikut akan mencoba
bercerita mengenai biografi singkat berserta teori-teori yang diciptakan dari
kedua tokoh psikologi humanistik tersebut.
1. Abraham Maslow
Abraham Maslow dilahirkan di Brooklyn, New York, pada tahun 1908 dan wafat pada tahun 1970 dalam usia 62 tahun. Maslow dibesarkan dalam keluarga Yahudi dan merupakan anak tertua dari tujuh bersaudara. Masa muda Maslow berjalan dengan tidak menyenangkan karena hubungannya yang buruk dengan kedua orangtuanya. Semasa kanak-kanak dan remaja Maslow merasa bahwa dirinya amat menderita dengan perlakuan orangtuanya, terutama ibunya. Keluarga Maslow amat berharap bahwa ia dapat meraih sukses melalui dunia pendidikan. Untuk menyenangkan kemauan ayahnya, Maslow sempat belajar di bidang Hukum tetapi kemudian tidak dilanjutkannya. Ia akhirnya mengambil bidang studi psikologi di University of Wisconsin, dimana ia memperoleh gelar Bachelor tahun 1930, Master tahun 1931, dan Ph.D pada tahun 1934.
Abraham Maslow dilahirkan di Brooklyn, New York, pada tahun 1908 dan wafat pada tahun 1970 dalam usia 62 tahun. Maslow dibesarkan dalam keluarga Yahudi dan merupakan anak tertua dari tujuh bersaudara. Masa muda Maslow berjalan dengan tidak menyenangkan karena hubungannya yang buruk dengan kedua orangtuanya. Semasa kanak-kanak dan remaja Maslow merasa bahwa dirinya amat menderita dengan perlakuan orangtuanya, terutama ibunya. Keluarga Maslow amat berharap bahwa ia dapat meraih sukses melalui dunia pendidikan. Untuk menyenangkan kemauan ayahnya, Maslow sempat belajar di bidang Hukum tetapi kemudian tidak dilanjutkannya. Ia akhirnya mengambil bidang studi psikologi di University of Wisconsin, dimana ia memperoleh gelar Bachelor tahun 1930, Master tahun 1931, dan Ph.D pada tahun 1934.
Abraham Maslow
dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow percaya bahwa
manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya
yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of
Needs (Hirarki Kebutuhan). Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan
atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai
yang paling tinggi (aktualisasi diri). Hierarchy of needs (hirarki kebutuhan)
dari Maslow menyatakan bahwa manusia memiliki 5 macam kebutuhan yaitu
physiological needs (kebutuhan fisiologis), safety and security needs (kebutuhan
akan rasa aman), love and belonging needs (kebutuhan akan rasa kasih sayang dan
rasa memiliki), esteem needs (kebutuhan akan harga diri), dan,
self-actualization (kebutuhan akan aktualisasi diri). Berikut penjelasannya
Kebutuhan Fisiologis
Jenis kebutuhan ini berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar semua manusia seperti, makan, minum, menghirup udara, dan sebagainya. Termasuk juga kebutuhan untuk istirahat, buang air besar atau kecil, menghindari rasa sakit, dan, seks. Jika kebutuhan dasar ini tidak terpenuhi, maka tubuh akan menjadi rentan terhadap penyakit, terasa lemah, tidak fit, sehingga proses untuk memenuhi kebutuhan selanjutnya dapat terhambat. Hal ini juga berlaku pada setiap jenis kebutuhan lainnya, yaitu jika terdapat kebutuhan yang tidak terpenuhi, maka akan sulit untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.
Jenis kebutuhan ini berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar semua manusia seperti, makan, minum, menghirup udara, dan sebagainya. Termasuk juga kebutuhan untuk istirahat, buang air besar atau kecil, menghindari rasa sakit, dan, seks. Jika kebutuhan dasar ini tidak terpenuhi, maka tubuh akan menjadi rentan terhadap penyakit, terasa lemah, tidak fit, sehingga proses untuk memenuhi kebutuhan selanjutnya dapat terhambat. Hal ini juga berlaku pada setiap jenis kebutuhan lainnya, yaitu jika terdapat kebutuhan yang tidak terpenuhi, maka akan sulit untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.
Kebutuhan akan Rasa Aman
Ketika kebutuhan fisiologis seseorang telah terpenuhi secara layak, kebutuhan akan rasa aman mulai muncul. Keadaan aman, stabilitas, proteksi, dan keteraturan akan menjadi kebutuhan yang meningkat. Jika tidak terpenuhi, maka akan timbul rasa cemas dan takut sehingga dapat menghambat pemenuhan kebutuhan lainnya.
Ketika kebutuhan fisiologis seseorang telah terpenuhi secara layak, kebutuhan akan rasa aman mulai muncul. Keadaan aman, stabilitas, proteksi, dan keteraturan akan menjadi kebutuhan yang meningkat. Jika tidak terpenuhi, maka akan timbul rasa cemas dan takut sehingga dapat menghambat pemenuhan kebutuhan lainnya.
Kebutuhan akan Rasa Kasih Sayang
Ketika seseorang merasa bahwa kedua jenis kebutuhan di atas terpenuhi, maka akan mulai timbul kebutuhan akan rasa kasih sayang dan rasa memiliki. Hal ini dapat terlihat dalam usaha seseorang untuk mencari dan mendapatkan teman, kekasih, anak, atau bahkan keinginan untuk menjadi bagian dari suatu komunitas tertentu seperti tim sepakbola, klub peminatan, dan seterusnya. Jika tidak terpenuhi, maka perasaan kesepian akan timbul.
Ketika seseorang merasa bahwa kedua jenis kebutuhan di atas terpenuhi, maka akan mulai timbul kebutuhan akan rasa kasih sayang dan rasa memiliki. Hal ini dapat terlihat dalam usaha seseorang untuk mencari dan mendapatkan teman, kekasih, anak, atau bahkan keinginan untuk menjadi bagian dari suatu komunitas tertentu seperti tim sepakbola, klub peminatan, dan seterusnya. Jika tidak terpenuhi, maka perasaan kesepian akan timbul.
Kebutuhan akan Harga Diri
Kemudian, setelah ketiga kebutuhan di atas terpenuhi, akan timbul kebutuhan akan harga diri. Menurut Maslow, terdapat dua jenis, yaitu lower one dan higher one. Lower one berkaitan dengan kebutuhan seperti status, atensi, dan reputasi. Sedangkan higher one berkaitan dengan kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, prestasi, kemandirian, dan kebebasan. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka dapat timbul perasaan rendah diri dan inferior.
Kemudian, setelah ketiga kebutuhan di atas terpenuhi, akan timbul kebutuhan akan harga diri. Menurut Maslow, terdapat dua jenis, yaitu lower one dan higher one. Lower one berkaitan dengan kebutuhan seperti status, atensi, dan reputasi. Sedangkan higher one berkaitan dengan kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, prestasi, kemandirian, dan kebebasan. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka dapat timbul perasaan rendah diri dan inferior.
Kebutuhan akan Aktualisasi Diri
Kebutuhan terakhir menurut hirarki kebutuhan Maslow adalah kebutuhan akan aktualisasi diri. Jenis kebutuhan ini berkaitan erat dengan keinginan untuk mewujudkan dan mengembangkan potensi diri.
Kebutuhan terakhir menurut hirarki kebutuhan Maslow adalah kebutuhan akan aktualisasi diri. Jenis kebutuhan ini berkaitan erat dengan keinginan untuk mewujudkan dan mengembangkan potensi diri.
2. Carl Ransom Rogers
Carl Ransom Rogers dilahirkan pada 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois dan meninggal dunia di La Jolla, California, pada 4 Februari 1987 sewaktu berumur 85 tahun. Sewaktu remaja, Rogers tidak memiliki banyak teman sehingga menyebabkan ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membaca.. Ia pernah belajar di bidang agrikultur dan sejarah di University of Wisconsin. Di tempat tersebut Rogers mengikuti berbagai aktivitas, termasuk menjadi delegasi untuk Persidangan Antarabangsa Persekutuan Pelajar Kristian di China. Pada tahun 1924 ia menerima ijazah pertama dalam bidang sejarah dan menikah pada tahun yang sama. Pada tahun 1928 ia memperoleh gelar Master dalam bidang psikologi dari Columbia University dan kemudian memperolehi gelar Ph.D di di bidang klinis dan psikologi pendidikan pada tahun 1931.
Carl Ransom Rogers dilahirkan pada 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois dan meninggal dunia di La Jolla, California, pada 4 Februari 1987 sewaktu berumur 85 tahun. Sewaktu remaja, Rogers tidak memiliki banyak teman sehingga menyebabkan ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membaca.. Ia pernah belajar di bidang agrikultur dan sejarah di University of Wisconsin. Di tempat tersebut Rogers mengikuti berbagai aktivitas, termasuk menjadi delegasi untuk Persidangan Antarabangsa Persekutuan Pelajar Kristian di China. Pada tahun 1924 ia menerima ijazah pertama dalam bidang sejarah dan menikah pada tahun yang sama. Pada tahun 1928 ia memperoleh gelar Master dalam bidang psikologi dari Columbia University dan kemudian memperolehi gelar Ph.D di di bidang klinis dan psikologi pendidikan pada tahun 1931.
Pada tahun 1931 pula
Rogers bekerja di Child Study Department of the Society for the prevention of
Cruelty to Children (bagian studi tentang anak pada perhimpunan pencegahan
kekerasan tehadap anak) di Rochester, NY. Pada masa-masa berikutnya ia sibuk
membantu anak-anak bermasalah/nakal dengan menggunakan metode-metode psikologi.
Pada tahun 1939, ia menerbitkan satu tulisan berjudul “The Clinical Treatment of
the Problem Child”, yang membuatnya mendapatkan tawaran sebagai profesor pada
fakultas psikologi di Ohio State University. Dan pada tahun 1942, Rogers
menjabat sebagai ketua dari American Psychological Society.
Carl Rogers adalah
seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya sikap saling menghargai
dan tanpa prasangka (antara klien dan terapis) dalam membantu individu
mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya
memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas terapis hanya
membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-teknik
assessment dan pendapat para terapis bukanlah hal yang penting dalam melakukan
treatment kepada klien. Hasil karya Rogers yang paling terkenal dan masih menjadi
literatur sampai hari ini adalah metode konseling yang disebut Client-Centered
Therapy. Dua buah bukunya yang juga sangat terkenal adalah Client-Centered
Therapy(1951) dan On Becoming a Person (1961).
Naisaban (2004) menyebutkan bahwa Rogers dianggap penting tidak hanya sebagai teoretisi tapi juga sebagai praktisi psikoterapi. Konsep mengenai kepribadian dan terapi berkisar pada gagasan dan kepercayaan bahwa predominasi (keunggulan) mendasar diri yang subjektif dan bahwa manusia hidup dalam dunia pribadi dan subjektif. Rogers mengatakan bahwa individu mempunyai seperangkat persepsi yang terorganisir dari dirinya serta hubungannya dengan orang lain. Konsep diri tidak berkeping-keping tetapi suatu “gestalt” dengan suatu pole koheren dan terpadu. Sebagai tambahan pada konsep diri, individu mempunyai Ideal Self, yaitu apa yang diinginkan, cita-cita atau dianggap seharusnya demikian. Rogers memakai ketidaksesuaian antar konsep diri dengan Ideal Self sebagai ukuran ketidakmampuan menyesuaikan diri.
Naisaban (2004) menyebutkan bahwa Rogers dianggap penting tidak hanya sebagai teoretisi tapi juga sebagai praktisi psikoterapi. Konsep mengenai kepribadian dan terapi berkisar pada gagasan dan kepercayaan bahwa predominasi (keunggulan) mendasar diri yang subjektif dan bahwa manusia hidup dalam dunia pribadi dan subjektif. Rogers mengatakan bahwa individu mempunyai seperangkat persepsi yang terorganisir dari dirinya serta hubungannya dengan orang lain. Konsep diri tidak berkeping-keping tetapi suatu “gestalt” dengan suatu pole koheren dan terpadu. Sebagai tambahan pada konsep diri, individu mempunyai Ideal Self, yaitu apa yang diinginkan, cita-cita atau dianggap seharusnya demikian. Rogers memakai ketidaksesuaian antar konsep diri dengan Ideal Self sebagai ukuran ketidakmampuan menyesuaikan diri.
Rogers berpendapat
bahwa sering ada ketidaksesuaian antara konsep diri seseorang dengan kenyataan.
Orang-orang muda terkena rasa cemas bila konsep dirinya tidak sesuai dengan
kenyataan. Bila pengalaman tidak mendukung pandangan seseorang atas dirinya
sendiri, maka ia mungkin akan mengerahkan berbagai mekanisme pertahanan diri.
Rogers yakin bahwa ada penyesuaian psikologis bila konsep diri ada dalam posisi
sedemikian rupa sehingga semua pengalaman organisme membaur ke dalam hubungan
yang konsisten dengan konsep diri.
Roges terkenal dengan
teori non-directive therapy yang berpusat pada klien (Naisaban, 2004). Teori
terapi ini berpusat pada klien atau terapi non-directive, yang dikembangkan
selama bertahun-tahun sesudah masa perang, di Universitas Chicago. Teknik ini
pada prinsipnya memberikan kesempatan pada individu yang tidak mampu
menyesuaikan diri agar mau berbicara kepada seorang konselor, yang mirip dengan
cara klien bercakap-cakap dengan pengacaranya, yaitu duduk dan bertatap muka.
Terapis berperan seminimal mungkin selama percakapan klinis itu, dan terapis
sendiri berusaha mengembangkan satu iklim penerimaan yang hangat dan
memungkinkan, sehingga klien merasa bebas untuk berbicara. Dengan bebas
berbicara dan mengungkapkan diri, klien akan sampai pada suatu pemahaman diri
sendiri Kadang terapis berusaha untuk menjelaskan ungkapan-ungkapan pasien
dengan mengulanginya sambil memberi tekanan atau mengubahnya untuk mengemukakan
hal-hal yang penting dan berarti, tetapi penafsiran diberikan seminimal
mungkin. Dengan berbicara dan mengungkapkan diri, klien itu menyembuhkan diri
sendiri. Asumsi bahwa individu dapat sampai pada tahap mengenal diri sendiri
ini tumbuh dalam keyakinan Rogers. Ia berkeyakinan juga bahwa penyebab
ketidakyakinan klien menyesuaikan diri, karena peran di atas diputarbalikkan,
terapis lebih banyak berperan daripada klien.
Rogers sangat percaya
dan optimis terhadap sifat alami manusia. Dia yakin bahwa dorongan paling dasar
adalah aktualisasi, yaitu memelihara, menegakkan, mempertahankan diri, dan
meningkatkan diri sendiri. Dia percaya bahwa dengan memberikan satu kesempatan,
individu akan berkembang dalam gerak maju dan punya car-cara untuk menyesuaikan
diri. Namun, banyak nilai dan sikap bukan merupakan buah dari pengalaman
langsung diri sendiri, akan tetapi merupakan introyeksi dari orang tua, guru,
dan teman, dan menyebabkan terjadinya simbolisasi yang menyimpang atau yang
diputarbalikkan yang menyebabkan terjadinya intergrasi yang salah atau tidak
wajar dalam jati dirinya. Sebagai akibatnya, banyak individu terbelah, tidak
bahagia, dan tidak mampu merealisasikan secara penuh potensi-potensinya. Oleh
karena itu, proses penyuluhan non-direktif memungkinkan individu bisa menemukan
perasaannya yang sejati mengenai kehormatan dirinya yang positif serta kondisi-kondisi
harga dirinya (Naisaban, 2004).