FENOMENA
DEPRESI
Teori
Depresi
ü Depresi
menurut Phillip L. Rice (1992: 34) sebagai gangguan mood, kondisi emosional
berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan, dan
berperilakuan) seseorang.
ü Menurut
Bandura bahwa depresi adalah disfungsi yang dapat terjadi dalam salah satu dari
tiga subfungsi regulasi diri:
a. Observasi
diri, dimana orang dapat salah dalam menilai performa mereka sendiri atau
mendistorsi ingatan mereka mengenai pencapaian di masa lalu.
b. Proses
penilaian, dimana orang-orang depresi lebih mungkin melakukan penilaian yang
salah. Mereka menentukan standar yang tidak realistis dan sangat tinggi,
sehingga pencapaian pribadi apapun akan dinilai sebagai kegagalan.
c. Reaksi
diri, point terakhir ini mengatakan bahwa reaksi diri orang-orang depresi cukup
berbeda dari mereka yang tidak depresi.
ü Depresi
merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah masyarakat, berawal
dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi.
Penyebab
Depresi
Akan
dijelaskan beberapa penyebab timbulnya depresi pada seseorang, yaitu:
· Kurang
berpikir positif. Ketika seseorang mengalami depresi , mereka merasa bahwa
seseuatu yang buruk akan terjadi.
· Kurang
percaya diri. Orang-orang depresi tidak memiliki rasa percaya diri, mereka
selalu menganggap semua yang terjadi sebagai kegagalan mereka.
· Lebih
memperhatikan kesalahan. Orang yang menderita depresi lebih memfokuskan diri
pada jumlah kesalahan yang mereka buat. Hasilnya, mereka menciptakan kesan
negatif mengenai kesalahan
· Merasa
tertekan karena berbagai kewajiban dalam hidup.
· Merasa
lemah. Permasalahan bagi orang yang depresi adalah mereka merasa tidak ada satu
hal pun yang bisa memuaskan mereka.
· Hilangnya
harga diri pada seseorang yang mengalami depresi.
Gangguan depresi di tingkat internasional
maupun nasional kini sudah menjadi suatu wabah bisu atau silent epidemics.
Disebut wabah bisu karena telah semakin luas dialami banyak orang di berbagai
negara namun dampak kematiannya tidak serta tampak sebagaimana misal wabah flu
burung, infeksi virus SARS yang sempat menggegerkan dunia dan Indonesia
beberapa tahun belakangan ini.
Saat ini diperkirakan 350 juta orang di
seluruh dunia terjangkit depresi yang telah menjadi penyakit tidak menular
global serius. Federasi Dunia untuk Kesehatan Mental menentukan Hari Kesehatan
Jiwa Sedunia yang jatuh tiap tanggal 10 bulan 10, khusus untuk tahun 2012
bertemakan "Depresi: Suatu Krisis Global". Sementara itu, posisi
depresi sebagai beban penyakit global yang pada tahun 1990 menduduki peringkat
ke-4, pada tahun 2020 bakal menempati peringkat ke-2 di bawah penyakit jantung
koroner.
Perwujudan depresi di masyarakat dapat kita
lihat pada tingginya konflik di masyarakat, agresivitas di jalan raya,
kekerasan dalam rumah tangga, kesurupan massal baik di sekolah, di
pabrik-pabrik, meluasnya penggunaan narkoba yang merupakan upaya pelarian dari
tekanan jiwa, juga maraknya kasus bunuh diri. Semua hal ini menunjukkan adanya
depresi baik yang bersifat individual atau perorangan, depresi yang bersifat
massal maupun depresi yang bersifat terselubung, makin serius di Indonesia.
Makin banyak orang yang cepat tersinggung, mengamuk dan makin agresif atau
sebaliknya, menjadi mudah menyerah dan mengambil jalan pintas dengan bunuh
diri. Orang yang mengalami gangguan emosional cepat mengambil tindakan
kekerasan. Hal itu memicu gangguan kecemasan dan menjadi tanda awal depresi
yang dapat menjadi keadaan patologis atau keadaan yang semakin parah jika
berlanjut.
Riset Kesehatan Dasar 2007 menyebutkan di
Indonesia prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk berusia 15 tahun
ke atas 11,6 persen. Paling tinggi di Provinsi Jawa Barat 20 persen, terendah
di Kepulauan Riau 5,1 persen.
Gangguan mental emosional itu terutama adalah
kecemasan dan depresi. Prevalensi depresi global berkisar 5-10 persen dan angka
di Indonesia tak jauh berbeda. Prevalensi 5-10 persen itu sudah besar dan sudah
bisa menjadi masalah masyarakat. Jika penduduk Indonesia 220 juta jiwa, maka
mencapai 11-22 juta jiwa!
Sementara itu dalam Simposium Nasional Bunuh
Diri yang diadakan di tahun 2009 diungkapkan bahwa pada tahun 2004 tercatat di
Indonesia 1.030 orang melakukan percobaan bunuh diri, 705 orang di antaranya
tewas. Tahun 2005, Benedetto Saraceno, Direktur Departemen Kesehatan Mental dan
Penyalahgunaan Substansi WHO, menyatakan, kematian rata-rata karena bunuh diri
di Indonesia 24 kematian per 100.000 penduduk. Dengan asumsi penduduk Indonesia
220 juta jiwa, maka didapatkan angka 50.000 kasus kematian akibat bunuh diri.
Ironisnya, baik pemerintah maupun masyarakat justru mengabaikan dan lalai dalam
menghadapi calon krisis nasional ini. Sayangnya, hingga kini belum ada program
khusus bagi penanganan depresi. Program kesehatan yang dekat masyarakat,
seperti puskesmas, tidak memasukkan kesehatan jiwa sebagai satu dari enam
program pokoknya. Padahal, depresi sangat berpengaruh terhadap produktivitas.
Maka menjadi tugas kita sebagai gereja dan
warga masyarakat untuk proaktif mengantisipasi wabah ini. Pertama, kita perlu
memahami gejala-gejala depresi dan mensosialisasikan secara meluas.
Tiga
gejala utama depresi :
1. Kehilangan minat terhadap hal-hal yang dulu
disukai. Kalau dulu suka nonton bola ramai-ramai, maka tiba-tiba menarik diri
dari kegiatan nonton bareng tersebut, bahkan sama sekali juga tak ada minat
sama sekali nonton sepak bola.
2. Kehilangan energi, meski mestinya sudah cukup
tidur dan makan tapi badan terasa lelah, lemah, lunglai dan tak berdaya.
3. Suasana perasaan murung. Hal-hal yang dulu
bisa membangkitkan keceriaannya kini sama sekali tak ada pengaruh. Sepanjang
hari, sepanjang waktu terasa suasana hati muram, kelabu dan sendu.
Selain tiga gejala utama ini masih bisa disertai
dengan gejala-gejala lainnya seperti: kesulitan konsentrasi, masalah tidur:
bangun lebih pagi (insomnia), atau tidur berlebihan (hipersomnia), perubahan
pola makan, fantasi atau bayangan-bayangan melakukan bunuh diri bermunculan di
pikirannya.
Dalam taraf depresi yang ringan kita bisa
menangani dengan mengangkat suasana hati kita yang suram dan kelabu menjadi
lebih cerah dan hidup, yaitu dengan cara :
·
Usahakan
bangun pagi dan berolahragalah. Tubuh segar akan mengangkat suasana hati kita
menjadi lebih cerah dan hidup.
·
Masalah-masalah
yang terasa menyumbat hati dan pikiran kita, patut kita keluarkan. Datangilah
orang lain, ceritakan masalah kita untuk bisa lebih terurai dan menjadikannya
masalah-masalah yang lebih kecil. Teman seperjalanan akan membuat beban hidup
terasa lebih ringan daripada seorang diri menempuhnya. Datang ke konselor bukan
sebagai tanda kelemahan, justru tanda orang yang ingin hidup sehat.
·
Sediakan
waktu untuk Firman Tuhan setiap hari dan bangun relasi intim dengan Tuhan. Pola
pikir yang bersifat negatif akan mulai tergantikan dengan perkataan-perkataan
positif dari Firman Tuhan. Utarakan beban masalah kita di dalam doa. Izinkan
kehadiran Tuhan mengisi diri kita.
Meski tidak semua orang melakukan bunuh diri
karena mengalami depresi, tetapi 80 persen penyebab bunuh diri adalah depresi.
Maka kita patut mewaspadai kemungkinan tindak bunuh diri yang bisa dilakukan
penderita depresi.
Berikut ini tanda-tanda yang umumnya terjadi
bagi seseorang yang kemudian mengambil tindak bunuh diri:
·
Mengasingkan
diri dari lingkungan sosial. Mereka biasanya mulai bersikap tertutup dan
menyendiri.
·
Kebiasaan
makan dan tidur yang berubah.
·
Sikap
dan perilaku berubah. Misalnya dulu penurut, tiba-tiba jadi pembangkang.
·
Mulai
sering terlibat dalam kegiatan yang membahayakan kehidupan seperti tidak lagi
takut mati.
·
Sering
menyalahkan diri sendiri dan merasa tidak berharga.
·
Sering
mengungkapkan secara langsung maupun tersirat bahwa ia ingin mati saja.
·
Pernah
melakukan percobaan bunuh diri. Ini merupakan tanda yang cukup serius.
Jangan tertawakan atau sepelekan ketika
seseorang mengatakan menyatakan ingin mati, atau bahkan mengungkapkan ingin
bunuh diri. Bahkan meski ungkapan tersebut hanya secara sambil lalu. Ini bisa
jadi ungkapan hatinya yang terdalam yang harus segera mendapat respon.
Kata-kata seperti, "Saya sudah tidak tahan lagi", "Mereka tidak
perlu mengkhawatirkan saya", atau "Mereka akan lebih baik tanpa
saya", merupakan contoh pernyataan yang umum diungkapkan oleh mereka yang
akhirnya bunuh diri.
Hal yang bisa kita lakukan untuk menolong
orang yang ingin bunuh diri:
• Jadi
pendengar yang baik
Cobalah jadi pendengar yang baik. Dalam
banyak kasus, orang yang ingin bunuh diri biasanya menarik diri dan tertutup.
Cobalah mendekatinya dan sadarilah bahwa kepedihan atau keputusasaan yang
sedang ia rasakan benar-benar nyata. Coba secara halus menyebutkan bahwa Anda
melihat beberapa perubahan sikap dan perilakunya sehingga dapat menggerakkan
dia untuk membuka diri dan mencurahkan perasaannya kepada Anda.
•
Berempati
Coba dalami perasaannya, dan katakan bahwa ia
sangat berarti untuk Anda maupun orang lain. Jika ia bunuh diri, hal ini akan
membuat Anda hancur dan orang lain juga.
•
Jauhkan benda berbahaya
Jauhkan darinya benda berbahaya apapun yang
bisa menjadi alat untuk bunuh diri. Pelaku bunuh diri biasanya melihat banyak
alat yang tersedia di sekitarnya membuatnya memantapkan tekad untuk bunuh diri.
Misalnya tali, pisau, cutter atau bahkan senjata api.
•
Minta bantuan medis
Untuk kasus yang sudah cukup ekstrem, segeralah
memanggil bantuan medis untuk menangani masalahnya. Misalnya sudah terjadi
gangguan mental yang serius, Anda bisa segera menggunakan bantuan medis seperti
psikiater atau rumah sakit jiwa yang tahu cara terbaik menanganinya.
Referensi
:
Riyanti,
B.P. Dwi, & Prabowo, Hendro. (1998). Seri Diktat Kuliah: Psikologi
umum 2. Jakarta: Gunadarma
Feist,
Jess, & Feist, Gregory J.. (2011). Teori kepribadian: Theories of
personality. Jakarta: Salemba Humanika
Rochman,
Kholil Lur. (2010). Kesehatan mental. Purwokerto: Stain Press
http://www.telaga.org/audio/depresi_dan_bunuh_diri_1
selamat pagi
BalasHapussaya mencari buku psikologi umum oleh prabowo dan riyanti, bisakah saudara membantu saya, atau buku saudara saya beli.
mohon bantuannya
terima kasih